KUBU RAYA - IKN, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Investigasi Negara (LIN) Kubu Raya, Nurjali S.Pd.I, angkat bicara terkait pembangunan jalan Kumpai–Tebang Kacang yang diduga sarat permainan oleh pihak pemborong, CV Rimpang Bumi Katulistiwa, serta konsultan CV Buana Lintang Katulistiwa.
Proyek tersebut menelan anggaran sekitar Rp958,23 juta dengan spesifikasi panjang 506 meter dan ketebalan beton 15 cm. Padahal, menurut standar, ketebalan minimal agar jalan mampu menahan beban berat dan lebih awet adalah sekitar 20 cm. Bahkan, salah seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa panjang jalan sebenarnya mencapai 522 meter.
Menurut Nurjali, banyak kejanggalan ditemukan di lapangan.
“Hamparan jalan tidak merata, bahkan menimbulkan tanda tanya besar terkait kualitas pekerjaan. Lebih parah lagi, saat proses pengecoran berlangsung, tidak ada satu pun pihak pengawas maupun konsultan yang turun langsung ke lapangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, usai pengecoran selesai, jalan justru sudah mulai mengalami retakan. Selain itu, sisa cor dibiarkan menumpuk di badan jalan tanpa dibersihkan. Kondisi tersebut, kata Nurjali, mencerminkan lemahnya pengawasan sekaligus menguatkan dugaan adanya permainan dalam pelaksanaan proyek.
Lebih lanjut, Nurjali bersama sejumlah awak media sempat mendatangi Dinas PUPR Kubu Raya untuk meminta klarifikasi. Namun, sejak pagi hingga sore, tidak ada satu pun pejabat yang bisa ditemui dengan alasan sedang rapat, menurut keterangan pihak keamanan kantor.
“Hal ini semakin menimbulkan tanda tanya besar, dan kami menduga ada kongkalikong antara dinas PUPR dengan pihak kontraktor. Apalagi proyek ini sudah bermasalah tetapi tetap dipaksakan untuk Professional Hand Over (PHO),” tegasnya.
Sementara itu, Plt Kepala Desa Sungai Ambangah, Sopian, juga membenarkan adanya keluhan masyarakat. Ia menuturkan, pihak kontraktor tidak pernah melakukan pemberitahuan maupun meminta izin sebelum pekerjaan dimulai.
“Seharusnya mereka datang melapor dulu ke pemerintahan desa. Faktanya, mereka langsung membangun begitu saja, seolah-olah Sungai Ambangah ini tidak punya pemerintahan. Saya juga akan turun mengecek laporan dari Pak Nurjali terkait jalan yang sudah retak padahal belum dilalui kendaraan berat,” kata Sopian.
Di sisi lain, Arsudi, selaku RT Kapitan, turut melayangkan protes keras. Ia menilai proyek tersebut tidak hanya berpotensi menjadi ladang korupsi, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat sekitar.
“Saat proyek masuk, tidak ada pemberitahuan atau permisi dari pihak pemborong. Mereka langsung membangun begitu saja. Lebih memprihatinkan lagi, ada warga yang ingin ikut bekerja tetapi tidak digubris, padahal hanya meminta kesempatan. Ini sangat disayangkan dan terkesan semaunya sendiri,” ungkap Arsudi. (TIM)